EXSPOST.ID — Proyek Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Desa Bumi Restu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan, menuai sorotan dari masyarakat. Proyek yang dikerjakan melalui Dinas PUPR Lampung Selatan itu diduga mangkrak dan tidak transparan dalam pelaksanaannya.
Dari pantauan langsung awak media di lokasi, bangunan hanya terlihat berupa sumur bor SPAM dengan beberapa tiang cor berdiri, tanpa aktivitas pekerja sedikit pun. Ironisnya, papan informasi proyek yang wajib terpasang sesuai aturan tidak ditemukan di lokasi. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui besaran anggaran, masa pelaksanaan, maupun siapa pelaksana proyek tersebut.
“Pernah dikerjakan sebentar, lalu berhenti, terus jalan lagi tapi tidak jelas, padahal pekerjaan dimulai dari ngebor sampai sekarang sudah hampir dua bulanan, apalagi papan nama tidak ada, nilainya juga tidak tahu. Padahal ini uang negara, harusnya transparan,” ujar seorang warga Bumi Restu yang ditemui di sekitar lokasi.
Sementara itu, Kepala Tukang pengerjaan proyek, Pak Mat, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak memberikan jawaban. Awak media yang mencoba menemui di kediamannya juga tidak berhasil bertemu, hanya istrinya yang berada di rumah.
“Pekerjaan diliburkan karena materialnya belum ada dan belum dibayar oleh pihak kontraktor, jadi mau ngambil material ke toko Pak Sumanto, bapaknya gak berani,” ungkap istri Kepala Tukang pada Senin 14 Oktober 2025.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan tanggung jawab pelaksana proyek. Ketiadaan papan proyek bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan berpotensi melanggar hukum.
Sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui setiap penggunaan dana publik. Bahkan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 jo. Perpres Nomor 70 Tahun 2012 mewajibkan setiap proyek konstruksi yang dibiayai APBN maupun APBD memasang papan nama proyek yang mencantumkan jenis kegiatan, lokasi, waktu pelaksanaan, nama kontraktor, serta nilai kontrak.
Lebih jauh, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan keuangan negara dapat dipidana 1–20 tahun penjara dan denda Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Selain itu, Pasal 7 ayat (1) UU Tipikor juga menjerat pihak yang membuat laporan palsu atau tidak benar terkait pengelolaan keuangan negara.
Jika proyek SPAM di Desa Bumi Restu ini benar terbukti mangkrak, tidak sesuai kontrak, atau bahkan fiktif, maka pihak terkait berpotensi dijerat hukum pidana korupsi.
Proyek yang bersumber dari dana APBN atau APBD sejatinya merupakan uang rakyat yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Keterbukaan publik bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban hukum.
Penegak hukum diharapkan tidak tinggal diam terhadap indikasi penyalahgunaan anggaran pada proyek SPAM ini. Uang rakyat bukan untuk dipermainkan — jika terbukti ada penyimpangan, maka pihak yang bertanggung jawab wajib diproses hukum tanpa kompromi. TIM













